MINIMALISM BUKAN SEKADAR GAYA HIDUP
Awal nonton video-video tentang minimalism gue terkesima tapi juga terselip perasaan aneh. Koq bisa ya mereka hidup dengan jumlah barang-barang sesedikit itu? Kalau nanti perlu yang lain gimana? Trus itu baju kalau jumlahnya cuma segitu apa ga bosan? Ga mau ganti-ganti, gitu?
Nah, kalau gue nontonnya hanya sampai di sini, kemungkinan
besar gue akan berkata, “That looks nice. But no, thanks… I don’t think that’s
for me.”
Tapi Youtube kasih rekomendasi video lain termasuk the
“declutter guru”, Marie Kondo. Barulah gue paham akan esensinya. It turned out
go be a real breakthrough for me.
Baca juga: Mungkin Ini Alasan Kenapa Kamu Belum Memulainya
MINIMALISM DAN FUNGSI RUMAH
Minimalism sejatinya mengembalikan fungsi rumah itu sendiri,
yaitu untuk dihuni manusia. Tempat bagi mereka yang bernaung didalamnya untuk
tumbuh, berkembang, dan berbagi cinta kasih.
Namun sisi ego dalam diri kita tanpa sadar menjadikan hunian
itu rumah bagi barang-barang kita.
Kita terus membawa pulang barang-barang hingga tanpa sadar
ruangan-ruangan di dalam rumah dikuasai oleh barang-barang yang kita simpan.
Tak jarang kita malah nyaris ga punya ruang gerak.
Barang-barang sudah menumpuk pun tidak membuat kita berhenti membawa pulang barang baru, padahal barang-barang yang ada juga tak jarang nyaris tidak tersentuh.
MEMERDEKAKAN DIRI DENGAN MINIMALISM
Gue sepakat banget dengan pendapat Milburn dan Nicodemus,
blogger minimalism, yang menuliskan bahwa minimalism adalah alat yang membantu
untuk mendapatkan kebebasan.
Bebas dari apa?
Bebas dari belenggu yang mengikat diri kita sendiri melalui barang-barang.
Mungkin kita ada FOMO (fear of missing out), jadinya kita
ikutan beli suatu barang padahal ga butuh. Mungkin kita terus membeli barang-barang
dan berusaha mengupgrade penampilan kita karena kita ga sadar kalau kita
membutuhkan validasi orang lain.
Mungkin kita mengira bahwa hidup yang sukses adalah memiliki
banyak barang. Atau mungkin kita berusaha menjaga citra diri kita melalui
barang-barang itu.
Terkadang kita juga membiarkan diri kita dikekang oleh
kenangan masa lalu yang bikin kita ga move on melalui barang.
Kita benar-benar ga sadar kalau kendali diri kita tidak lagi
berada dalam genggaman kita. Dan kita ga sadar karena kita telah hidup di dalam
kondisi itu untuk waktu yang sangat lama.
Baca juga: Declutter, Kamu (Beneran) Harus Coba
Photo: Alexandra Gorn - Unsplash |
MINIMALISM ADALAH TENTANG HIDUP
Minimalism mengembalikan segala sesuatu kembali kepada
fitrahnya, fungsinya, dan tujuannya.
Rumah adalah tempat bernaung, hidup, dan bercengkrama bagi
penghuninya, bukan bagi barang-barangnya. Dan esensinya, barang-barang itu ada
dan hadir untuk mempermudah hidup kita, bukan mempersulitnya.
Menyimpan hanya yang penting dan berharga bagi kita,
menjadikannya bermakna. Menyingkirkan apa yang sudah tidak lagi berfungsi, melapangkan
ruang yang sesak. Dan membagikan apa yang masih layak digunakan, menghangatkan
hati.
Favorite gue tentu adalah frase “sparks joy”-nya Marie
Kondo. Ibu Marie ngingetin gue banget bahwa hidup adalah tentang bahagia. So,
kenapa kita ga simpan hanya barang-barang yang benar-benar memancarkan
kebahagiaan?
Baca juga: Gue Dalam Pusara Impulse Buying
JANGAN SALAH…
Minimalism bukanlah tentang memiliki hanya sedikit barang. Minimalism
bukan tentang hanya memiliki total 100 barang atau hanya memiliki satu barang
untuk satu jenis.
Minimalism juga bukan berarti tinggal di pedesaan,
meninggalkan pekerjaan, dan menjadi blogger atau Youtuber. Minimalist juga
bukan lawannya maximalist.
Kamu boleh koq tinggal di mana saja, bekerja sebagai apa
saja, bahkan memiliki barang-barang apa saja. Kamu juga tetap bisa menyimpan
koleksi komik, action figure, baju, sepatu, atau tas kamu.
Karena minimalism bukan tentang jumlah melainkan tentang
intentional living: menyimpan hanya yang berharga dan menyingkirkan yang
mengganggu.
Kondisi setiap orang tentu berbeda, jadi jangan jadikan
video Youtube sebagai panduan saklek. Sesuaikan saja dengan kondisi kamu
sendiri.
Baca juga: 5 Perubahan Signifikan Hidup Setelah Menerapkan Slow Living
IN THE END, IT ALL GOES BACK TO YOU
Ujung-ujungnya balik ke diri kita sendiri. Siapa sih yang ga
mau betah nyaman di rumah? Siapa sih yang ga mau merasa nyaman hanya
dikelilingi barang-barangnya yang berharga? Siapa sih yang ga mau menjadi lebih
tenang, bahagia dan terinspirasi?
Retorikal sekali bukan? Karena kamu sudah tahu jawabannya.
Again, minimalism bukanlah tentang memiliki lebih sedikit
barang. Ini adalah sebuah pilihan dalam menjalani hidup di mana di dalamnya
kita aktif memilih mana yang benar-benar kita butuhkan.
Comments
Post a Comment