I QUIT MY 9-5 JOB AND CHOOSE TO LIVE IN UNCERTAINTY - BEST DECISION EVER!

 My last so called 9-5 job was the most epic moment in my life. Magical banget, persis seperti angan-angan yang gue sampaikan pada seorang teman. Ada sedikit ceritanya pada bagian akhir di sini.

Itu bukan pekerjaan pertama, tapi adalah yang pertama yang bikin gue merasa passionate banget and I was well-paid. But then, I quit and chose to live in uncertainty. And it was the best decision ever!


Photo by Kateryna Hliznitsova on Unsplash

***

I quit my 9-5 job without a plan. Resign. Udah gitu aja. Well, ada sih rencana: istirahat. Gue pengen break dan menata ulang hidup gue. 


Entah kenapa gue udah kayak filsuf aja saat itu, tiba-tiba merasa lelah sama hidup, lalu ingin pergi belajar tentang hidup. 


Beberapa minggu setelah resign dan pindah dari tempat tinggal yang difasilitasi oleh kantor, that scary thought mulai creeping in: “HOW CAN I PAY THE BILL?” Kerja boleh berhenti, tapi kan hidup jalan terus.


Karena tujuan resign gue jelas - pengen contemplating dan belajar - maka balik kerja kantoran was not an option. Gue pun berpikir untuk usaha mandiri supaya bebas atur waktunya. The thing is… I didn’t know what to do. Gue ga tau mau usaha apa.


Asli, gue blank banget. I was a salary woman my whole life dan selalu mengklaim diri ga punya darah bisnis. But instead of feeling worried, I felt so ease. 


Gue nyante banget, ga mikirin ‘nanti gimana?’ Udah, Que sera sera aja. Gue ga tau apa rencana Tuhan, tapi gue yakin pasti ada jalannya. Sesimple itu.


Dan sebelum gue sempat benar-benar beristirahat menikmati hari-hari sebagai pengangguran, dua orang klien dari tempat kerja yang kemarin, datang mencari gue. Mereka ingin tetap bekerjasama dengan gue sehingga mengusulkan gue untuk membuka usaha. 


And just like that… I started my business.


Baca juga: Minimalism Bukan Sekadar Gaya Hidup


***

Sedikit demi sedikit klien bertambah. Semuanya words of mouth. Gue ga woro-woro, ga kasih tau siapa-siapa, apalagi bikin promo atau iklan. Ga ada marketingnya gitu lah... termasuk ga memanfaatkan medsos gue even sekadar buat info. Semuanya gue biarkan mengalir melalui algoritma semesta.


Jujurly, gue pun tak paham. Otak gue ini juga ga habis fikri. 


Gue jalani pekerjaan dengan memberikan yang terbaik pada klien. Tapi tidak berpikir untuk membesarkannya. At least sampai tulisan ini dibuat. 


Bayangkan, kalau usaha ini dibesarkan, klien akan bertambah. Berarti gue bakal makin sibuk. So, what’s the point of taking a break from work? 


Teman baik gue, K - begitu gue memanggilnya, pernah bercerita…


Alkisah ada seorang nelayan. Setap pagi ia pergi menangkap ikan. Lalu di siang hari setelah kembali dari melaut, ia beristirahat dan menikmati sisa hari hingga esok pagi datang untuk kembali menangkap ikan. Ia menangkap ikan secukupnya untuk di makan oleh keluarganya dan sebagian untuk dijual. 


Suatu hari datanglah seorang saudagar yang melakukan perniagaan hasil laut. Saudagar itu melihat nelayan yang sedang bersantai di siang hari. Ia heran melihat nelayan yang bermalas-malasan padahal hari masih panjang. Si nelayan menjelaskan bahwa ia sudah selesai bekerja.


Sang saudagar lalu berceloteh mengeluarkan teori bisnisnya pada sang nelayan. Ia mengatakan jika sang nelayan kembali melaut di siang hari, bahkan hingga sore hari, maka ia akan mendapat lebih banyak ikan.


Si nelayan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tampak bingung dan bertanya untuk apa ikan-ikan itu karena ia telah menangkap ikan di pagi hari. 


Seolah tak percaya dengan pertanyaan yang ia dengar, sang saudagar menggeleng-gelengkan kepala dan tertawa sendiri. Ia kemudian melanjutkan ceramahnya dengan menjelaskan bahwa sang nelayan bisa menjual ikan-ikan itu. 


Walau tetap mendengarkan dengan seksama, si nelayan masih belum paham arah dan maksud pembicaraan sang saudagar. Dengan polosnya ia bertanya untuk apa ia perlu menjual ikan sebanyak itu. 


Sang saudagar tak dapat menahan tawanya. Ia tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Ya untuk bapak kumpulkan uangnya. Nanti kalau uangnya sudah terkumpul banyak, bapak bisa membeli kapal yang lebih besar.”


“Lalu untuk apa kapal itu?” tanya si nelayan polos.


Baca juga: Mungkin Ini Alasan Kamu Belum Memulainya


Sambil menahan sabar menanggapi pertanyaan si nelayan, sang saudagar menjawab dengan nada yang sedikit lebih tinggi, “Ya untuk bapak pergi melaut lagi. Untuk dapat lebih banyak ikan, Paaak.” Kemudian dengan sedikit kesal ia melanjutkan, “Jangan tanya lagi ya ikannya untuk apa. Itu ikannya untuk bapak jual supaya bapak dapat lebih banyak uang.”


Si nelayan tetap tampak bingung. Saat ia membuka mulut hendak bertanya, sang saudagar segera menghentikannya. Sang saudagar sudah hafal betul dengan pertanyaan si nelayan. “Hayo mau tanya lagi untuk apa uang itu? Ya untuk bapak beli lebih banyak kapal, menangkap lebih banyak ikan, dan menghasilkan lebih banyak uang,” katanya.


“Iya saya paham,” kali ini si nelayan segera melemparkan pertanyaannya sebelum kembali dipotong sang saudagar. “Tapi untuk apa uang yang banyak itu?” tanyanya.


Kesabaran sang saudagar telah habis. Dengan nada yang lebih tinggi ia menjawab, “Ya supaya bapak bisa hidup enak, bisa bersantai, bisa bahagia.”


Si nelayan mengangguk-angguk. Wajahnya tidak lagi bingung. Sang saudagar merasa lega. Akhirnya si nelayan paham juga, begitu pikirnya. 


“Tapi sekarang saya sudah hidup enak, bisa bersantai, dan bahagia. Mengapa harus menunggu nanti?” kata sang nelayan dengan tenang sambil mengalihkan wajahnya dari menatap sang saudagar ke memandang laut lepas di hadapannya.


Baca juga: Gimana Caranya Biar Ga Impulse Buying


***

Yeorobun, setiap orang memiliki ketertarikan, kesukaan, dan keinginan yang berbeda. Ada kisah unik individu dibalik setiap ketertarikan, kesukaan, dan keinginan itu. Kisah unik itu membentuk mimpi yang menuntun langkah kita dalam membuat pilihan hidup.


Setiap orang boleh bermimpi apa pun. Tapi ingat, just because your dream is not grande, it doesn’t make it any less worthy. 


Ada yang bermimpi untuk menjadi orang kaya dan memilih jalan menjadi saudagar. Ada juga yang mungkin bahkan ga ngerti mimpi itu apa dan santai menikmati hidup yang ada sebagai nelayan. So, it’s nothing but a choice one makes for his life. It’s nothing but life itself. 


Hidup kan memang seperti itu. Ada berbagai jenis pekerjaan di dunia ini agar manusia dapat saling membantu memenuhi kebutuhan satu sama lain. Dengan begitu roda kehidupan bisa berputar. But lemme remind you this one thing, if you don’t aim for your dream, then someone else will use you to help them reaching for their dreams.


Baca juga: Terjebak Dalam Kebiasaan Menunda


***

Ikan di laut jumlahnya unlimited dan selalu disediakan oleh Tuhan secara melimpah, ga ada habis-habisnya. Tugas nelayan adalah bekerja menjemput rezeki. Mereka pergi ke laut untuk mengambil ikan. Akan tetapi kondisi laut ga menentu. Kadang ada banyak ikan, kadang tidak musim ikan, atau diwaktu lain ada badai sehingga tidak bisa pergi melaut.


Kurang lebih gambaran hidup gue juga begitu. Penghasilan gue tidak lagi pasti seperti saat jadi salary woman. Tidak ada fasilitas, asuransi, atau pun gaji ketigabelas. Dan itu juga berarti ga ada burnout, rush morning dan stres berat.


Semua ada currency-nya. Dan gue memilih menukarnya dengan ketenangan, kedamaian, dan menikmati hidup itu sendiri. 


Living in uncertainty ternyata ga bikin gue jadi insecure. Sebaliknya, kondisi ini bikin gue jadi makin faithful pada Tuhan. 


Gue merefleksi hidup gue ke belakang dan ingat bagaimana dulu gue selalu berpegang pada diri gue sendiri. Gue mengandalkan dan percaya solely pada kemampuan gue. So, kalau mau berhasil ya harus usaha, kerja keras. Dan kalau gagal berarti gue sangat buruk. Begitu terus gue melakukan my own performance appraisal from time to time. 


Gue ga tau kalau itu ternyata false belief. Itu juga adalah cara yang salah. Karena gue hanya mengandalkan diri sendiri, gue menjadi keras pada diri sendiri. 


Gue pikir itu adalah cara yang benar karena dengan begitu gue menempa diri gue untuk menjadi lebih kuat. Gue ga tau kalau ternyata gue lagi bully diri gue sendiri. Gue ga tau kalau ternyata it was the wrong way of showing love for myself.


***


It’s been seven years now since I quit my 9-5 job. And I still choose to live this uncertainty life. Gue masih melakukan pekerjaan yang sama. Dan semua masih berjalan sesuai algoritma semesta. 


Klien gue lah yang menjadi jalan algoritma semesta. Tanpa diminta, tanpa benefit yang gue janjikan, mereka merekomendasikan gue ke rekan mereka. Begitulah cara Tuhan mengirimkan rezeki-Nya untuk gue.


This is a crazy experience for me. Ini jadi titik balik penting hidup gue. Sebelumnya gue ga tau gimana cara berpegang penuh pada Tuhan. Gue ga tau gimana caranya surrender and trust fully to God and only God.


Ternyata berpegang pada Tuhan hasilnya itu real. Berpegang pada Tuhan bikin hidup jauh lebih rilex. Bila sudah begini, tidak akan pernah gue berlepas dari Tuhan. And so I know… ini memang sudah jalannya. I quit my 9-5 job and chose to live in uncertainty. And it was the best decision ever!

Comments

Popular posts from this blog

MY BELIEFS ABOUT WORK AND MONEY THAT SAVE MY LIFE - LIKA-LIKU PERJALANAN GUE KERJA

IS MARRIAGE FOR EVERYONE?