APA ITU SLOW LIVING?

 Sudah pernah dengar istilah “slow living”?

Gue baru tahu istilah ini tahun 2020. Itu pun I gotta thank self-isolation yang bikin gue gabut dan scrolling video-video Youtube. Dan ternyata gue telat banget tahu konsep ini.

LHO, SLOW LIVING ITU POPULER THO?

Dalam situs ‘thinkwithgoogle.com’ disebutkan bahwa video Youtube yang bertemakan slow living meningkat hingga empat kali lipat di tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019. Nampaknya kondisi pandemi membuat banyak orang memiliki lebih banyak waktu untuk belajar hal baru, salah satunya adalah slow living.

Either konsep slow living ini memang coba diterapkan oleh viewer-nya atau mereka hanya menikmati video yang bikin calming and soothing mind, traffic video dengan tema ini menunjukkan bahwa ‘kampanye’ akan konsep ini eventually menemukan masanya. Orang-orang jadi semakin teredukasi bahwa ada konsep gaya hidup lain yang mungkin lebih sesuai dengan mereka.

LHA?? GUE KIRA SLOW LIVING ITU…

Kata ‘slow’ dalam frasa ‘slow living’ ini memang intriguing banget. Kita jadi mengkonotasikannya dengan gerakan yang lambat. Lha, koq hidup malah disuruh lambat? Disuruh lelet gitu, maksudnya? Itu bukannya kita jadi malas dan ga produktif? Gimana, sih???

Video-video slow living itu begitu damai, indah, dan menenangkan sampai-sampai bikin kita (lagi-lagi) salah persepsi. Kita jadi iri pengen kehidupan seperti itu.

“Ttt… tapi kan gue tinggal di pemukiman padat penduduk begini. Mana bisa hidup slow living kayak gitu?” begitu pikir beberapa dari kita.

Walhasil, slow living cuma jadi video yang artistik dan narasinya indah di mata, sejuk di telinga dan adem di otak.

Ada kalanya saat sedang bersemangat, slow living naik kelas jadi cita-cita dan impian baru. “Kapan ya bisa tinggal di tempat yang hijau dan sejuk seperti itu? Pasti enak deh bisa hidup slow living gitu.” begitu benak kita berkhayal.

Eh, tapi bentar… bentar… slow living itu tech-free, ya? Kalo gitu mah mana bisa gue hidup slow living? Apa lagi hari gini kan semuanya serba virtual? Aaah, seandainya gue punya passive income yang banyak, pasti bisa deh slow living.

Dan begitulah… slow living jadi seperti the person we dream of but can’t never have.

Baca juga: 5 Perubahan Signifikan Hidup Setelah Menerapkan Slow Living

OWALAAAH, TERNYATA SLOW LIVING ITU…

Dok Pribadi
Gue tertohok banget sama pernyataannya Carl Honore dalam buku “In Praise of Slowness”. Beliau bilang kalau slow living itu adalah revolusi budaya yang melawan gagasan bahwa lebih cepat selalu lebih baik.

Kayaknya kita setuju banget deh sama hal ini. Ada kalanya kita perlu bertindak cepat, tapi tidak semuanya dan tidak selalu.

Hidup lebih lambat juga realistis. Bukankah ada lebih banyak hal yang bisa kamu lihat dan nikmati saat kendaraan berjalan lebih lambat?

Carl kemudian menjelaskan bahwa slow living bukan berarti lelet, melainkan melakukan segala sesuatu dengan kecepatan yang tepat. Nikmatilah setiap menit dan detik aktifitasmu.

Selain itu, slow living juga adalah tentang kualitas bukan kuantitas. So, lakukanlah dengan sebaik mungkin, bukan secepat mungkin.

Baca juga: Mungkin Ini Alasan Kamu Belum Memulainya

Slow living adalah tentang menjalani hidup dengan membawa self-awareness kamu, living with intent, being conscious and considered tentang well being kamu sendiri dan planet kita.

So, slow living ga setuju tuh dengan belief bahwa hidup yang penuh dengan kesibukan adalah hidup yang sukses.

Kesadaran jadi kunci utama dalam slow living sebagaimana diungkapkan Wendy Parkins dalam buku “Out of Time: Fast Subject and SlowLiving”. Konsepnya seperti being mindful and being present. Meminjam istilah Adjie Silarus dalam bukunya “Sejenak Hening”: sadar penuh di sini, kini (this will go into a different discussion).

Slow living juga bukan tentang tech-free, melainkan tentang sadar, tahu diri, tahu waktu, tahu tempat, kapan perlu digunakan dan kapan screen harus off.

Dalam praktiknya slow living juga bisa berarti menurunkan kecepatan, memperpendek daftar to do list, dan memberi perhatian utama terlebih dahulu pada hal yang perlu diprioritaskan.

Baca juga: Minimalism Bukan Sekadar Gaya Hidup

JADI, SLOW LIVING ITU...

Slow living itu ternyata adalah mindset alias pola pikir untuk menjalani hidup dengan lebih berkesadaran.

Bring your consciousness. Be in the present. Be in the moment.

Take your time. Enjoy every moment. Invest to what brings joy to your life.

In a way, slow living sebenarnya mengingatkan kita untuk kembali pada esensi hidup. Lakukanlah hal-hal yang memiliki makna untuk hidup kamu, yang kamu cintai, dan nikmati setiap momennya.

Itu artinya kamu bisa menerapkan slow living di mana pun kamu berada dengan jenis pekerjaan apa pun. Kamu ga perlu pindah ke daerah pedesaan untuk menerapkan slow living. Semua gadget kamu juga bisa kamu gunakan. As a matter of fact, manfaatkanlah teknologi untuk membantu kamu.

Yang perlu kamu geser adalah mindsetnya.

However, ini mungkin bukan mindset yang quick fix. Kalau kamu merasa cocok dengan gaya ini, maka be gentle with yourself. Pelan-pelan saja. Izinkan diri kamu untuk bertumbuh dan berkembang di sini.

Comments

Popular posts from this blog

MY BELIEFS ABOUT WORK AND MONEY THAT SAVE MY LIFE - LIKA-LIKU PERJALANAN GUE KERJA

I QUIT MY 9-5 JOB AND CHOOSE TO LIVE IN UNCERTAINTY - BEST DECISION EVER!

IS MARRIAGE FOR EVERYONE?