MY TWO SUPPORTING KEY POINTS IN ADOPTING SLOW LIVING

Photo by Erika Andrade: www.pexels.com

Come to think of it, I realized that there are two key points that support my choice in adopting slow living. Keduanya hadir berbarengan dan ternyata saling mendukung satu sama lain.


Gue tidak pernah dengan sengaja merencanakannya. Bahkan pada saat itu terjadi, gue belum mengenal slow living. So, maybe it was a guidance from the Universe for me to live the ultimate life that I was aiming for. 


Kunci yang pertama adalah keputusan untuk berhenti dari pekerjaan. Dan yang kedua adalah keputusan untuk menyewa rumah setelah keluar dari rumah fasilitas kantor.


Artikel terkait: What Life Is Like After Applying Slow Living


Quitting my 9-5 job mengkalibrasi nyaris seluruh kehidupan gue. Gue seperti mulai dari titik awal, hanya saja bukan benar-benar nol. Ada sedikit modal tabungan untuk gue bertahan hidup sambil menata ulang kehidupan gue. Dan setelah menjalaninya selama delapan tahun, mata gue semakin terbuka bahwa pintu rezeki luas terbentang.


Detach dari belief bahwa corporate job memberikan kehidupan yang layak baik secara finansial maupun status ekonomi justru membangun faith besar dalam diri gue terhadap Tuhan. Dan terbukti, gue tetap dapat hidup dengan baik.


Even better, hidup menjadi terasa lebih hidup. Ga ada yang dikejar. Ga ada yang diburu. Dan untuk pertama kalinya gue belajar menikmati dan merayakan hidup.


Artikel terkait: Four Highly Recommended Youtube Channel for Slow Living


Menyewa rumah sendiri, ketimbang balik tinggal dengan orang tua atau ngekos, bikin gue leluasa untuk mengoptimalkan hidup gue. Semua jadwal kegiatan gue atur sendiri tanpa ada gangguan. Gue juga bisa bebas bergerak memanfaatkan ruangan-ruangan yang ada. 


Pagi-pagi setelah menyiram tanaman di sepetak tanah di depan beranda rumah gue ngeteh di ruang tamu, lalu olahraga di ruang tengah, dan makan siang di ruang makan. Desain dapur yang semi outdoor bikin dapur ga cuma gue pakai untuk masak, tapi juga terkadang gue menikmati sepoi-sepoi udara malam sambil ngeteh di sana. Meja kerja dengan terpaksa berada di kamar tidur untuk meminimalkan pemasangan AC di satu ruangan saja.


Baca juga: Take the Time to Heal


Hidup gue jadi berasa seperti vlog-vlog para pekerja di Jepang yang bikin video estetik tentang kehidupan mereka sehari-hari. Ya, sesantai itu. Dan ternyata hidup memang bisa sesantai itu.


Apakah gue ga mikir masa depan? Investasi? Atau at least punya rumah sendiri-lah? Jujurly, saat ini gue belum memikirkannya. Gue saja tidak tahu akan berapa lama gue hidup. So, might as well I enjoy the life that I have right now.


Nikmati saja hidup yang ada saat ini. Nanti bila sudah waktunya, alam akan mengkalibrasikannya kembali dan gue akan dituntun untuk menjalaninya.

Comments

Popular posts from this blog

MY BELIEFS ABOUT WORK AND MONEY THAT SAVE MY LIFE - LIKA-LIKU PERJALANAN GUE KERJA

I QUIT MY 9-5 JOB AND CHOOSE TO LIVE IN UNCERTAINTY - BEST DECISION EVER!

IS MARRIAGE FOR EVERYONE?