A MANTRA FOR CORTISOL

Suatu hari, saat sedang mindlessly scrolling di IG reel, sebuah klip yang membicarakan tentang cortisol singgah di timeline gue. Sebuah “mantra” untuk mengatasi cortisol muncul dalam klip tersebut. Mantra itu bertuliskan “I am safe” dan “I feel safe”. Hmmm, what the maksud? Apa hubungannya cortisol dengan feeling safe? Gue sama sekali tidak memahami apa yang sedang dibicarakannya. 


I’m not gonna talk about what cortisol is and what it does to our body. I mean… sudah banyak tulisan tentang ini yang bahkan langsung dijelaskan oleh para dokter. Karena yang membuat gue tertarik dengan cortisol itu adalah mengapa mantra cortisol adalah “I am safe” dan “I feel safe”?


Melalui podcast Jay Shetty yang ngobrol bareng fasting expert Dr. Mindy Pelz yang versi fullnya bisa kamu tonton di sini, barulah sedikit demi sedikit gue paham akan hal tersebut. Secara sederhana Dr. Pelz menjelaskan cara kerja cortisol menggunakan narasi bahasa kita sehari-hari sehingga mudah dicerna orang awam seperti gue. Salah satu penjelasan Dr. Pelz yang menjadi concern banyak orang yaitu hubungan cortisol dengan belly fat.


Artikel terkait: My Body Is My Buddy


Cortisol, atau yang lebih akrab kita sebut sebagai hormon stres, sejatinya berperan untuk melindungi dan menjaga kita dari tindakan kita yang tidak sadar memberi asupan berlebih pada tubuh. Asupan berlebih seperti misalnya saja lemak, tentu akan membahayakan fungsi organ tubuh kita. Oleh karenanya cortisol mengamankannya dengan menyebar penyimpanan kelebihan lemak tersebut di beberapa bagian tubuh seperti paha, lengan bagian atas, perut, dan pipi. 


Selain fungsi di atas, ada beberapa peran lain yang dijalankan oleh cortisol. Di antaranya adalah sebagai built-in alarm system dalam tubuh kita sebagaimana dijabarkan oleh Traci C. Johnson, MD dalam  webmd.com. Dalam peran ini, cortisol bekerja keras saat ada tanda bahaya untuk menyelamatkan kita. Hal ini didukung oleh tulisan di healthdirect.gov.au, yang memaparkan peran cortisol untuk merespon situasi ‘fight or flight’ yang merupakan respon alami tubuh saat merasakan kehadiran bahaya.


Bila mendengar cara para psikolog, psikiater, dan neurologist menjelaskan situasi ‘fight or flight’ ini, kerap kali mereka menggunakan analogi kehidupan manusia di masa lalu di mana manusia literally menghadapi bahaya seperti misalnya dikejar oleh binatang buas di tengah hutan. Ini tentunya adalah kondisi luar biasa bahaya sehingga kita berusaha menyelamatkan diri dengan ‘fight’ a.k.a melawan, atau ‘flight’ a.k.a melarikan diri.


Di situasi modern seperti sekarang ini, kondisi ‘fight or flight’ tidak selalu mengenai perlawanan fisik atau pelarian, melainkan banyak dialami secara psikologis. Misalnya saja kita dimarahi oleh orang tua. Itu kan kondisi ga enak yang membuat alarm kita menyala yang membuat kita memilih cara untuk menyelamatkan diri kita melalui fight, flight, atau freeze alias diam for being powerless.


Baca juga: Me And Journaling


Situasi tidak aman di dalam lingkungan tumbuh kembang kita, tanpa sadar membuat alarm kita menjadi lebih sering aktif dan sensitif dalam mendeteksi hadirnya bahaya. Kita ga tau dan ga sadar bahwa kita selalu berada dalam situasi ‘fight, flight’ atau ‘freeze’. Kita ga tau dan ga sadar bahwa di jauh dalam sana, di dalam lorong diri kita, sebenarnya kita merasa tidak aman. Kita ga tau dan ga sadar akan hal ini yang terus berlanjut hingga kita dewasa.


And that’s how I realized what had happened to me.


Gue tidak sepenuhnya menyadari bahwa gue tumbuh dalam lingkungan yang membuat gue merasa tidak aman. Gue tidak tau bahwa gue merasa tidak mendapatkan perlindungan di dalam lingkungan keluarga semenjak gue kecil. Yang gue tau adalah bahwa gue ga betah berada di rumah. Rasanya begitu sumpek dan stres.


Sekarang barulah gue belajar, mengetahui dan menyadari bahwa pilihan gue untuk kuliah jauh dari rumah orang tua dan semenjak itu menjalani hidup mandiri adalah bagian dari periode survival mode gue. Gue menyelamatkan diri gue dari tindakan abusive anggota keluarga yang terus terjadi. 


At times gue menyadari bahwa gue seperti berjalan di atas lapisan es yang sangat tipis. Gue sangat lelah karena harus extra hati-hati saat berjalan. Karena kalau tidak, pasti es itu akan retak dan gue dijamin akan jatuh ke dalam danau es yang super mematikan.


Now that I understand what had happened to me, gue memilih untuk membantu diri gue atau lebih tepatnya, gue diselamatkan Tuhan untuk keluar dari situasi itu once and for all. And this is part of my healing journey for the past few years now.


Artikel Terkait: Take the Time to Heal


Pelan-pelan gue dibimbing kembali pada semua ingatan masa lalu itu dan melepaskan emosi yang ternyata masih melekat di dalam diri gue. Dan sekarang, pelan-pelan gue menyampaikan pada tubuh gue that we are safe. Sekarang kita telah aman. It’s all good now.


Gue pun jadi paham mengapa mantra untuk cortisol adalah “I am safe” dan “I feel safe”. Dalam kondisi aman, level cortisol akan berada di kondisi normal. Detak jantung, tekanan darah dan fungsi organ lainnya pun kembali bekerja dengan baik. 


I really have to thank that lady for letting me know about this issue and introducing her mantra which I adopt. Gue pun sekarang menggunakan mantra itu for my cortisol. I am safe. I feel safe and I hope you do too.

Comments

Popular posts from this blog

WHY HEALING YOUR PAST IS THE KEY TO TRUE GROWTH

WHY LEAVING MY 9-5 JOB WAS THE BEST DECISION FOR PEACE AND SUCCESS

STOP GALAU! PUTUSKAN SEKARANG JUGA