WHAT LIFE IS LIKE AFTER APPLYING SLOW LIVING

Photo by Aida: https://www.pexels.com

Sudah sekitar empat tahun gue menerapkan slow living, and I really wish that I had known it sooner karena ternyata ini adalah “kehidupan yang sebenarnya” that suits me perfectly. Hari demi hari gue diajarkan satu dan lain hal tentang hidup. Banyak trial and error juga, but my life has tremendously changed after applying slow living! It’s literally a whole new world - shining, shimmering, splendid. So, this is what my life is like after applying slow living for four years.


Slow living, yang lebih gue maknai sebagai intentional living, bikin gue sadar dan melihat bahwa tidak wajib hukumnya untuk menjalani hidup seperti apa yang diajarkan oleh society. Hidup bukan medan perang, juga bukan kompetisi. Hidup ga harus memaksakan diri, sikut-sikutan, dulu-duluan, cepet-cepetan, atau kaya-kayaan. Bekerja tidak selalu tentang jabatan mentereng, tempat kerja bonafide, gaji besar, atau as simple as pergi pagi pulang sore. Sukses juga bukan tentang harta, pangkat, jabatan, status sosial, termasuk hal yang menyangkut ranah pribadi seperti spouse dan anak.


Melalui slow living gue justru jadi tau tentang hidup itu sendiri. Untuk pertama kalinya gue merasakan dan merayakan hidup - hal yang dulu ga pernah gue pikirkan, bahkan gue anggap klise.


Arikel terkait: Apa Itu Slow Living?


Gue mulai mengadopsi gaya hidup ini tahun 2020, saat pandemi melanda. Kala itu gue tinggal di Jakarta. Situasi pandemi yang mengkondisikan gue untuk tinggal di rumah full selama nyaris dua tahun menjadi ajang yang tepat untuk berlatih slow living. Who knows, ternyata gue keterusan dan keasikan, bahkan merasa bahwa ini lah cara hidup yang justru tepat buat gue.


Akibat pandemi, gue malah dikasih berkah sehingga bisa tetap bekerja secara online - yang gue terapkan hingga hari ini (dan kemungkinan besar seterusnya). Hal ini justru membuat gue bisa meninggalkan kota sebesar Jakarta dan memilih tempat tinggal yang memungkinkan gue untuk lebih menikmati gaya hidup lambat ini.


Tidak, gue tidak pindah ke daerah pedesaan dengan keindahan pemandangan dan hijaunya pematang sawah. Gue juga tidak menanam sayur-sayuran organik atau berternak untuk gue konsumsi sendiri seperti yang sering disajikan dalam video-video Youtube tentang tema serupa.


Artikel Terkait: 5 Perubahan Signifikan Hidup Setelah Menerapkan Slow Living


Kehidupan gue pretty much masih sama. Gue masih melakukan pekerjaan yang sama, masih nge-drakor, demen ngafe dan kulineran. Bedanya, lambat laun gue jadi lebih aware dalam menjalani hidup gue. Hidup gue literally santai banget. Ga ada jadwal fix di setiap harinya kecuali jadwal kerja yang sudah terjadwal.


Most of the time gue tidak bekerja di pagi hingga siang hari. Hal ini membuat slow living makin terasa nikmat untuk dijalani. Gue benar-benar menjalani hidup yang santai dan ternyata having a slow morning is the key of enjoying life for me.


Dulu, setiap pagi, tubuh gue bekerja auto pilot. Bangun pagi, kadang fresh, kadang berusaha keras membuka mata yang masih lengket lalu menyeret tubuh ke kamar mandi. Kemudian dress up, make-up, dan ramai-ramai macet-macetan ke tempat kerja. Bisingnya lalu lintas dan padatnya orang di TransJakarta gue alihkan dengan mendengarkan radio atau musik. Sampai tempat kerja kadang langsung kerja, kadang cari sarapan. And so on, and so forth, sama seperti rutinitas pada umumnya.


But now, setiap pagi, entah sebelum atau setelah beres-beres rumah, gue sangat suka duduk di ruang tamu menikmati pagi ditemani secangkir teh hangat disertai dengan camilan ringan. Kesejukan udara pagi berbaur dengan hangatnya teh dan kicauan burung adalah meditasi buat gue. Santai, tenang, damai. Ga ada yang diburu, ga ada yang dikejar, dan ga ada yang mengejar. Hanya ada gue yang berada di sini, kini, begitu menurut bahasa Adjie Silarus.


I’m running my own business, so I’m doing the job the way I want it. Kalau sudah cape, ya istirahat. Kalau jadwal sudah terlalu padat, ya tolak saja tawaran yang kebetulan ada. Tidak usah memaksakan diri. Santai saja, yang penting cukup.


Artikel Terkait: Four Highly Recommended Channel For Slow Living


Gue tinggal di rumah sewa dan tidak memiliki kendaraan pribadi. Hal ini membantu gue lebih menikmati hidup. Dengan pekerjaan gue yang remote, gue jadi leluasa untuk pindah tempat tinggal dan menjalani hidup yang lebih lambat. Gue juga ga banyak mobile, jadi kalau ada perlu keluar ya tinggal pesan ojol atau taksi online saja. Dengan kemudahan ini, gue malah jadi merasa dimanjakan oleh teknologi untuk semakin bisa menikmati hidup yang santai ini.


Gue jadi bertanya-tanya, kenapa dari dulu ga ada yang ngajarin atau ngasih tau gue bahwa ada pilihan bagus lain dalam hidup, bahkan lebih baik. Bahwa menjalani hidup itu ga harus begitu, tapi boleh begini. Bahwa hidup itu bisa seperti ini, sesantai ini, senikmat ini, semerdeka ini.

Comments

Popular posts from this blog

MY BELIEFS ABOUT WORK AND MONEY THAT SAVE MY LIFE - LIKA-LIKU PERJALANAN GUE KERJA

I QUIT MY 9-5 JOB AND CHOOSE TO LIVE IN UNCERTAINTY - BEST DECISION EVER!

IS MARRIAGE FOR EVERYONE?