ITU HANYALAH PIKIRAN, BUKAN KENYATAAN
Someone messaged me last night when I was having a conference call. Sambil tetap mengikuti jalannya meeting, gue melirik ponsel dan membaca pesan itu. Seketika gue menjadi sangat terkejut namun tetap menahan ekspresi wajah gue yang tampak di layar laptop agar tidak mengganggu suasana rapat.
Pesan yang tertulis sangat straightforward, ga pakai ba bi bu. Walau kaget dan merasa agak offended, gue tetap santun membalasnya. But the thing is… perasaan yang hadir akibat pesan itu terus bergelayut sepanjang meeting berlangsung, bahkan hingga pergi tidur. Until I was reminded by the soft voice inside of me bahwa itu hanyalah pikiran, bukan kenyataan.
S.O.P (standard operating procedure) kerja otak kita memang begitu, ia terus menghadirkan pikiran-pikiran. Menurut dr. Jiemi Ardian dalam bukunya “Merawat Luka Batin”, pikiran memberi persepsi dan nilai akan sesuatu yang kita alami. Dari situlah kemudian hadir perasaan tertentu karena pikiran telah meletakkan makna pada peristiwa tersebut. As a result, kita pun akan bereaksi dan bertindak sesuai dengan apa yang kita rasakan itu.
Baca juga: Let Yourself Be Guided
So, in my case, pikiran gue dengan cepat membuat persepsi terhadap pesan yang hadir saat gue sedang meeting itu. In a flash gue kaget dan merasa offended. Selanjutnya, gue memaknai pesan tersebut sebagai sebuah hal yang negatif dari si pengirim pesan. Hal ini memberi gue pilihan untuk merespon tindakannya itu sesuai dengan apa yang ia tunjukkan pada gue. But is that even the reality? Apakah orang itu memang bertindak seperti apa yang gue sangkakan? Ataukah itu hanya pikiran gue semata dan bukan kenyataan yang ada?
Seorang teman pada suatu hari mengirimkan gue pesan. Ia bertanya mengapa gue ganti no HP. Gue menjelaskan dengan singkat bahwa spam yang masuk dari no HP sebelumnya sudah kelewat mengganggu. Ia lalu merespon balik dengan mengira bahwa spam yang gue maksud adalah dirinya yang terus mengirimkan pesan. And I was like…. WHAAAAAAAAATTTTT????
Reaksi emosional yang timbul dari sebuah peristiwa di mana kita menempatkan makna tertentu di dalamnya mengundang otak untuk menghadirkan rekaman peristiwa lain dengan perasaan serupa. Algoritmanya terus berjalan dan rasanya menjadi meluap menggelinding dan membesar bak bola salju. Kita pun jadi ovt dan semakin liar membuat persepsi tanpa menyadari bahwa itu bukanlah kenyataan melainkan hanya pikiran kita saja.
Baca juga: The Ultimate Key Point in Manifestation
Gue sampai dikeputusan mengganti no HP karena memang sudah tidak tahan dengan serangan spam yang belakangan menjadi seperti teror. Keputusan itu tidak mudah dan sudah gue tahan selama enam tahun karena ganti no HP itu menghadirkan keribetan dalam hidup gue (and who wants that?).
Mengganti no HP berarti juga harus mengganti data di banyak tempat. So, why would I trouble myself changing my phone number just because of one single person? I mean… couldn’t I just simply block the number if I don’t wish to be in touch with that person ever again? Jadi, ga ya bestie… itu hanya pikiran lu aja, bukan kenyataannya.
Mengingat peristiwa gue dan teman gue itu, gue pun terus membisikkan ke diri gue bahwa pikiran yang terus hadir sejak semalam itu bukanlah kenyataan. Itu hanyalah pikiran saja. Jadi ga usah ovt. Ga usah diperpanjang.
Mata tidak harus dibayar dengan mata. Tidaklah perlu untuk membalas perlakuan seseorang dengan hal yang serupa (coz that will make the two of us).
Baca juga: It's Not Always Your Fault
Seseorang hanya bisa memberi apa yang ia punya. Dengan demikian, bila pun seseorang melemparkan kata-kata yang berpotensi menimbulkan rasa tidak enak pada orang lain, itu memang adalah apa yang dimilikinya dari dalam. Itu adalah opini dan persepsi pribadi yang ia lantangkan dan layangkan pada orang tersebut. Itu bukanlah kenyataan yang sebenarnya.
Sekitar dua belas jam kemudian, tepat saat gue sedang menulis blog ini, sebuah pesan masuk ke ponsel gue. Dengan rendah hati, orang tersebut meminta maaf atas kejadian pesan yang dikirimkan seseorang tadi malam kepada gue. Ternyata ia terkait dengan si pengirim pesan tadi malam dan merasa malu dengan perbuatan si pelaku.
Gue terkejut. I mean… I didn’t see that coming. Gue bahkan sedang menuliskan perasaan gue ke dalam bentuk blog untuk membantu mereset pikiran dan perasaan gue. Dan ternyata… gue diberi jawabannya langsung secara kontan bahwa apa yang kita pikirkan dan kira menjadi prasangka, memang bukanlah kenyataan. So, don’t overthink!
Photo by Tara Winstead: https://www.pexels.com
Comments
Post a Comment