THE ULTIMATE KEY POINT IN MANIFESTATION

Saat ini gue sedang menertawakan diri gue sendiri. Walau gue telah mengetahui that ultimate key point in manifestation, tapi gue masih terus saja ngeyel. Gue terus merasa belum cukup. Gue terus mencari teknik apa lagi yang belum gue coba atau apa hal yang kurang tepat dari teknik yang pernah gue terapkan. 


Gue sama sekali ga deny tentang that so called the ultimate key point in manifestation. Gue telah membaca, berguru, menyimak penjelasan, bertanya, berdiskusi, dan mencoba mempraktikkan ilmu itu but nothing seems to work out for me. Rasanya begitu sulit untuk menerapkannya. 


Gue sadar bahwa mungkin gue produk Newtonian yang selalu mengintelektualisasi berbagai hal. Cara-cara itu telah begitu melekat pada diri gue sehingga gue pun kesulitan untuk detach. Bahkan mau detach doank aja kudu nyari ilmu detach-nya dulu. Ckckck…. 


Rasanya menjadi begitu stres. 


Lambat laun, terjadi kemelekatan terhadap keinginan yang ingin gue manifest. Hal ini menjadi bertambah runyam karena gue secara ga sadar jadi terobsesi dengan beragam teknik, metode, dan pendekatan to manifest my dream. Belum lagi yang pakai embel-embel scientific atau neuroscience-based.


Baca juga: Life Doesn't Happen to You, It Happens for You


Barulah tadi malam saat klip Paget Kagy lewat di TL, gue tersadarkan. That ultimate key point in manifestation is SURRENDER.


Informasi ini sama sekali tidak baru. Gue telah membaca, berguru, menyimak penjelasan, bertanya, berdiskusi, dan mencoba mempraktikkan ilmu itu sejak beberapa tahun lalu. Dan kemungkinan besar yang kurang adalah MOMENTUM.


Ternyata benar, semua memang ada waktunya. Jadi kalau belum waktunya, ya… memang tidak akan terjadi.


Surrender a.k.a. Ikhlas terasa sangat mudah saat gue terapkan dalam pekerjaan. Itu bahkan seperti default program, gue ga perlu menyetel atau melakukan apa pun. Sesantuy itu gue sama kerjaan dan pekerjaan selalu datang pada gue. Tapi gue tidak tau bagaimana menggunakan program yang sama untuk hal lain.


So, this morning, I can finally feel the freedom of getting attached to the thing that I want to manifest. I feel free from the obsession of trying, giving efforts, or forcing myself under the label of ‘showing up for myself’.


Baca juga: A Piece about the Past - A Quest to Learn about Feeling


Akhirnya gue bisa chill. It feels like the ultimate freedom.


Gue pun menertawakan diri gue yang sebenarnya sudah tau tentang this ultimate key point in manifestation sejak lama. But I don’t blame myself coz I did try. In the end, semua memang ada waktunya. It will show up when it shows up. They will come when they come.


Well, it is called ultimate for a reason. It’s the final chapter, the last step. Kita memang kudu berusaha dulu, nyoba dulu, ikhtiar dulu. Sisanya let go and let God.


Sepertinya ini memang adalah kisah hidup gue pribadi. Ini adalah personal legend gue sendiri. Mungkin gue memang perlu melalui banyak hal sebelum sampai ke ultimate key point which is surrender (ikhlas) terhadap apa yang ingin gue manifestasikan agar gue belajar hal-hal lain yang perlu gue pelajari. 


Photo by Kristina Paukshtite: https://www.pexels.com

Comments

  1. Setuju kak, berserah atau ikhlas sama apa yang sudah terjadi. aku ngerasain dengan punya mindset ikhlas, lebih nyantai menjalani hidup. percaya, sama Tuhan bahwa semua ada waktunya.
    Tulisannya sangat asik dibaca kak. Aku jadi ikut-ikutan merenung.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

MY BELIEFS ABOUT WORK AND MONEY THAT SAVE MY LIFE - LIKA-LIKU PERJALANAN GUE KERJA

I QUIT MY 9-5 JOB AND CHOOSE TO LIVE IN UNCERTAINTY - BEST DECISION EVER!

IS MARRIAGE FOR EVERYONE?