LET ME TELL YOU, THERE’S NOTHING WRONG WITH GOING TO THERAPY
Masih maju-mundur buat pergi ke psikolog? Masih ragu buat minta bantuan psikiater? Takut dicap ga waras kalau pergi therapy? Sini, sini… let me tell you, there’s nothing wrong with going to therapy. It’s totally normal, safe, and healthy.
***
Petang itu, gue kirim WA ke satu circle gue. Setelah saling reply, nanya kabar masing-masing, dan becanda-becanda, gue bilang ke mereka kalau gue lagi butuh curhat. Mereka langsung welcome. But, then… I changed my mind.
Sebetulnya ada rasa malas untuk menceritakannya. Malas untuk mengungkit kisahnya karena akan membangkitkan kembali emosi yang hadir dari kisah itu. Oleh karenanya, gue hanya mendiamkan kekalutan pikiran dan emosi itu.
I didn’t neglect it. Gue hanya mendiamkannya karena ia sedang keruh. And as usual, I tried to stay with the feeling and embraced it. Akan tetapi, kali ini berbeda. It felt extremely heavy. So heavy that I had the urge to ask for help but felt powerless to reach out for it.
Kekuatan fisik gue pun seolah tersedot ke dalamnya. Gue seperti nyaris sulit bangkit dari tempat tidur. Gue berasa pengen minta tolong, tapi mulut gue terkunci dan tangan gue lemah untuk sekadar melambai tanda minta tolong.
Baca juga: The "Let Them" Theory That Went Viral
Apakah gue sedang depresi? Trauma apa di masa lalu yang menyebabkan diri gue begini? Kalau betul trauma, apa akar masalahnya? Dampak keterbukaan informasi bikin gue malah sok self-diagnose. Otak gue jadi sibuk menganalisis dan meng-intelektualisasi kondisi gue.
Lalu gue teringat podcast Candance Camerun Bure yang menceritakan masa-masa saat dia depresi dan mengapa begitu sulit untuk mencari bantuan saat ia berada di titik itu.
“It is such a lonely place. It’s very difficult to speak out about it. Even to your most trusted people. It’s hard to admit it. At least for me, I feel like… because I should be strong enough to overcome that. And then it just feels weak. It just feels so weak. And the perception of that. And also there are a lot of people who feel that it’s weak. And we’ll verbalize that. Then it’s just an immediate shame that you’re like, ‘Oh well if I struggle with this then I’m a weak person.’ And yet, there are so many times I’m like, ‘I don’t want to feel this way.’ I can try with all of my might to get out of this but I can’t pull myself out of the pit. I can’t put myself out by myself. But it’s hard to extend the arm and go ‘Help me!” begitu katanya.
Gue pun tersadar bahwa gue sedang tidak baik-baik saja. I needed help. Gue tidak mau apa yang gue rasakan menjadi berkepanjangan karena rasanya betul-betul melelahkan dan sangat berat. Gue urung untuk curhat ke circle gue and instead langsung mencari sebuah apps dan menginstalnya.
Baca juga: It's Not Always Your Fault
Awalnya sempat ragu sih. ‘Am I really that bad? Is this case even serious?’ begitu terus tanya gue dalam hati yang bikin gue maju-mundur. But then, I convinced myself that there’s nothing wrong with going to therapy. I’m not crazy. I’m not broken. I just need help like any other normal human being and I’m helping myself by getting some help.
Gue pikir lebih baik segera minta bantuan ke ahlinya karena gue juga ingin mengetahui akar permasalahannya. Gue ingin kembali beraktivitas dengan sehat dan fit.
Sederetan nama dan foto psikolog terpampang di sana begitu gue membuka apps-nya. Gue tidak mau menghabiskan waktu untuk ngecek review dan ratingnya, toh itu adalah kali pertama gue menggunakannya. I didn’t know what to expect. Jadi gue mengikuti nurani saja dan memilih satu psikolog yang sedang online.
Tak lama setelah melakukan proses pembayaran, sang psikolog menyapa gue. Agak struggling buat gue untuk menceritakan apa yang gue rasakan melalui chat. Gue tidak tau harus bercerita apa atau mulai dari mana. Sang psikolog lalu membimbing gue melalui pertanyaan.
Tak lama jari-jari gue mulai bekerja cepat mengetik untuk mengimbangi kecepatan otak gue yang menerjemahkan informasi dari perasaan. Tak hanya itu, gue juga bertanya tentang kemungkinan dari analisis sotoy otak gue yang beranggapan bahwa gue depresi.
Baca juga: A Morning Thought
Sang psikolog menjelaskan beberapa hal dan memberi tips. Dan hanya dalam waktu dua puluh menit, I felt a lot better. Beban berat yang selama dua hari gue rasakan seolah hilang menguap begitu saja. Gue tidak lagi punya pertanyaan sehingga kami menyudahi sesi itu secepat itu.
Gue menyandarkan kepala gue di kursi menikmati kelegaan sambil merasa aneh. Wait, what?? Udah, begitu aja? Bahkan ga sampe setengah jam dan harganya lebih murah dari satu cup kopi kekinian. Not to mention I could do it in my pajamas while sitting in my bedroom.
Segera setelahnya gue kembali WA circle gue. Gue bilang ke mereka kalau gue barusan curhat ke psikolog. Lalu kami kembali rame ngobrol dan janjian untuk brunch bareng.
Dengan meminta bantuan psikolog, gue tidak sedang melemahkan peran teman, anggota keluarga, atau pun orang yang gue percaya untuk curhat dan berbagi tentang masalah gue. Justru gue sedang menyayangi diri gue dan mereka.
Gue membantu diri untuk kembali fit dan berenergi. Dengan begitu gue juga jadi bisa berbagi energi yang baik dengan orang lain. So, kalau kamu memang merasa butuh pertolongan dan masih ragu, let me tell you, there’s nothing wrong with going to therapy. It’s totally normal, safe, and healthy.
Comments
Post a Comment