IS LIFE ABOUT MAKING MISTAKES?

Masih ingat the teenage girl who had a dilemma between choices? She was my little friend and now she is my teenage friend. Soon to be a friend, I guess.

Gue dan my teenage friend sering ngobrol. Mungkin karena zodiak kami sama, jadi kami banyak kliknya. Kadang dia chat gue untuk meminta pendapat. Lain waktu kami lunch, lalu lanjut nonton. Tapi gue pernah secara ‘ekstrim’ ngajak dia ‘keluar dari sangkar’. Dia yang biasanya hanya main di seputaran Jakarta Barat, gue ajak main jauhan dikit… ke Jakarta Pusat. And who knew that was a huge leap for her?

 Photo by Santa Barbara on Unsplash

Gue perkenalkan dia pada kemegahan Perpustakaan Nasional di dekat Balai Kota. Lalu gue ajak dia naik public transport, TransJakarta, dan mengunjungi mall tertua di Jakarta. Lanjut, kami naik MRT mentok ke mall di daerah selatan. Pretty much like a city tour. 

Wajahnya terlihat sumringah saat kami berjalan menyusuri koridor halte TJ. Itu adalah kali pertama ia naik public transport di Jakarta yang adalah kota kelahiran dan kota tempatnya tinggal. Ia tak sabar menunggu dirinya menjadi dewasa, kuliah, dan hidup mandiri agar bisa naik public transport sendiri.

Baca juga: Is Marriage For Everyone?

Hari itu, saat sedang ngobrol asik, gue teringat akan promo buku gratis bentuk pdf dari Paget Kagy, seorang aktris dan influencer Amerika. Bukunya berjudul “Social Anxiety Relief Guide For Teenage Girls: How to Rewire the Brain From Insecure and Self-Conscious to Brave and Empowered”. Mantap kali, bukan? 

Gue encouraged my teenage friend untuk membaca buku itu. Gue sudah membacanya in one sitting selepas zumba class di sebuah coffee shop sebelah zumba studio tempat dulu gue berolahraga and I think the book is awesome! It’s like a ‘bible’ for teenage girls to guide them going through their teenage years, or like a sister you never have who gives you advice and tells you about life.

Banyak kisah yang dibagi Paget, yang relate banget dengan apa yang gue alami when I was a teenager. I even wish I had had someone who would have told me about that when I was younger. So, I thought it would be perfect guidance for my teenage friend. 

Baca juga: Romanticizing Life

Ia bersemangat saat gue beritahu tentang buku itu. Gue pun mengajarkan cara-cara untuk mendapatkan buku itu langsung dari penulisnya. Sebagai seorang remaja yang dengan sengaja membeli buku “The Diary of Anne Frank” and sering berdiskusi tentang mental health dengan gue, gue yakin bahwa membaca buku Paget Kagy bukanlah masalah baginya.

Setelah membaca dua chapter pertama, ia berdiskusi dengan gue. Namun kemudian, she lost interest setelah selesai membaca chapter ketiga. Ia seperti ga ngerti itu buku ngomongin apaan dan menjadi sangat membosankan.

Wow, itu adalah komen yang jujur dan refreshing. Gue sempat kaget namun tersadar mengapa rahasia kehidupan remains a secret atau remains a mystery.

Jadi gini, Yeorobun… dulu gue pernah bertanya-tanya mengapa hal dan pelajaran penting tentang hidup justru tidak dimasukkan dalam kurikulum sekolah dan menjadi pegangan dasar dalam pendidikan yang adalah mendidik manusia. Pelajaran seperti ini justru menjadi komoditi yang dijual secara eksklusif dan sangat mahal yang dibingkai dalam buku, talkshow, seminar, workshop, training, dan retreat.

Baca juga: Teruntuk Para Jomlo

Gue jadi teringat seorang teman di sebuah komunitas. Pikiran teman gue itu menjadi lebih terbuka setelah memahami hidup lebih baik setelah kami sama-sama belajar pada mentor kami. Ia kemudian bertanya dengan polosnya pada mentor kami mengapa pelajaran seberharga ini tidak diajarkan pada masyarakat luas melalui acara keagamaan, misalnya. Mentor kami hanya tersenyum dan gue menepuk-nepuk punggungnya sambil tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala like trying to say, “Really, dude?”

Baca juga: Does Time Really Heal?

Para petualang hidup pasti ngerasa ga seru kalau dikasih tau ada marabahaya di jalan yang akan dilewatinya. Akan lebih seru kalau dia menghadapinya sendiri. Bakal ada pacuan adrenalin dan juga munculnya kreativitas otak untuk mengatasi marabahaya itu. 

Tanpa melakukan kesalahan, kita juga ga belajar banyak. Hidup malah cenderung jadi membosankan dan tidak menantang. Justru kesalahan-kesalahan itulah yang bikin kita belajar tentang hidup itu sendiri. Kita belajar menganalisis, belajar untuk bangkit, dan belajar untuk mulai lagi, sehingga sukses menjadi manis rasanya.

Kesalahan membuat hidup lebih berwarna. Hidup jadi ada seni dan dinamikanya. Lebih dari itu, kesalahan adalah bagian dari hidup itu sendiri.

So, if life is about making mistakes, we shouldn’t fear mistakes. It’s okay to make mistakes coz the truth is failure is inevitable. Just like what people say, “Anyone who has never made a mistake, has never tried anything new”. Make as many mistakes as you want, but choose your mistakes wisely.


Comments

Popular posts from this blog

MY BELIEFS ABOUT WORK AND MONEY THAT SAVE MY LIFE - LIKA-LIKU PERJALANAN GUE KERJA

I QUIT MY 9-5 JOB AND CHOOSE TO LIVE IN UNCERTAINTY - BEST DECISION EVER!

IS MARRIAGE FOR EVERYONE?