DIADANG MAHASISWA AMERIKA USAI PRESENTASI DI KELASNYA

Supervisor gue ada tugas ke luar negeri. Beliau mengirimkan email yang isinya mengundang gue dan beberapa mahasiswa beliau untuk mengisi salah satu kelas beliau dengan melakukan presentasi. Temanya tidak terlalu sulit. Kami hanya diminta untuk memperkenalkan negara kami. Terserah mau bahas dari angle mana pun: letak geografis, ekonomi, budaya, adat istiadat, agama, pokoknya bebas.

Awalnya, gue terkejut senang. Rasanya seperti mendapat kehormatan. Namun setelah kembali ke realita, gue auto panik. Mendadak, rasanya berubah seperti hukuman. I mean, presentasi? Di depan mahasiswa beliau? Mereka tingkat berapa, coba? At least sophomore. Can I really do it? I started to doubt myself.


Saat melihat jadwal presentasi, gue menjadi lebih panik lagi. Hari dan jam-nya mepet dengan jadwal kuliah gue. Semoga bisa selesai lebih cepat atau at least gue ga telat kuliah, doa gue dalam hati. Gue belum pernah datang kuliah telat dan belum pernah liat ada mahasiswa yang datang telat. So, I didn’t know what to expect kalau itu beneran kejadian.


Baca juga: Tornado Warning - Lost in Campus


Seorang teaching assistant (TA) membimbing gue dan lima mahasiswa undangan lain masuk ke ruangan. Setelah duduk, gue mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ada satu orang TA yang sedang mengajar di depan kelas dan dua orang TA yang berdiri di antara mahasiswa. Sementara itu, fokus para mahasiswa tampak lurus memperhatikan TA yang sedang menjelaskan sesuatu. Sesekali terjadi dialog interaktif. 

 

Gue terkesima melihat banyaknya mahasiswa di dalam ruangan yang besarnya nyaris setengah aula. Melihat wajah-wajah asing itu, I felt intimidated. Akankah gue bisa melakukan presentasi dengan baik? Akankah gue bisa menjawab pertanyaan mereka dengan baik? Beban terasa semakin berat menyadari bahwa gue akan berdiri di sana mewakili Indonesia.


Gedung kampus - Dok. Pribadi

Saking sibuknya mengatasi rasa gugup, gue tidak memperhatikan bahwa TA di depan kelas telah mengakhiri kuliahnya. Gue baru sadar saat teman sesama presenter langsung saling bertanya siapa yang mau presentasi duluan. Lalu seseorang di antara kami pun maju.


Jantung gue semakin berdegup ga karuan saat presenter pertama memulai presentasinya. Semua mata kini tertuju ke depan. Gue melihat ke arah kanan dan kiri gue, berusaha memperhatikan presenter lainnya. Apakah ada di antara mereka yang juga nervous seperti gue? Tapi sepertinya tidak. Mereka tampak santai dan asyik menonton presentasi.


Satu per satu para presenter sigap mengambil giliran. Gue melirik jam di pergelangan tangan. Sebentar lagi kuliah akan dimulai. Jarak gedung jauh. Gue harus segera maju presentasi, pikir gue. Sayangnya, gue kurang gercep. Gue selalu aja keduluan sehingga pasrah menerima giliran terakhir.


Sekarang kegelisahan gue terbagi antara presentasi dan datang telah kuliah. Ternyata hal itu membantu. Gue jadi ga terlalu nervous dan cuma mikir let’s get it done and over with.


Baca juga: When Your Friend is a Real Def of an Angel - Tornado Warning Part 2


Saat giliran tiba, gue maju dengan mantap melangkah ke panggung. Que sera sera. Terserah, yang akan terjadi, terjadilah. Karena kalau sudah begini, nekat adalah jalan ninjaku.


Gue menatap semua mata yang tertuju ke arah gue dengan ramah. Seketika rasa tenang mengalir. Dan begitu saja, gue melakukan presentasi seolah rasa gugup itu tidak pernah ada.


Di awal presentasi gue bertanya pada mereka tentang Indonesia and sadly ga ada satu pun yang tahu atau at least pernah mendengar nama negara kita ini. Tapi ada satu orang yang mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia ga pernah dengar tentang Indonesia, tapi dia tahu Bali. Well, not bad as a starter. Sudah ada interaksi. Gue pun melanjutkan presentasi. 


Di akhir presentasi, gue memutar sebuah video tentang Indonesia dari Kementrian Pariwisata. Klip-nya sumpah cantik banget, ga kaleng-kaleng, bikin gue bangga memperkenalkan Indonesia di sana. Orang-orang bertepuk tangan setelah klip itu selesai. Rasanya kaget, bangga, dan lega. Ternyata menampilkan video itu adalah benar ide yang bagus karena tidak ada presenter yang menampilkan video tentang keindahan negaranya. Dan itu menjadi penutup yang menyegarkan.


Selesai presentasi gue langsung ngibrit, pamit pada salah seorang TA. Terjebak dalam antrian mahasiswa yang juga meninggalkan ruangan, gue berjalan lebih pelan namun rushing di dalam hati. Dan tepat ketika akhirnya gue berhasil keluar dari pintu ruangan itu, seorang mahasiswa muncul dari balik pintu dan menghentikan gue. Sontak gue kaget.


Sang mahasiswa itu sepertinya telah dengan sengaja menunggu gue di sana. Bersama mahasiswa itu gue menepi, memberi jalan bagi crowd yang ramai keluar dari kelas. Tanpa babibu, sang mahasiswa langsung melontarkan pertanyaan, “Do you believe in God?” 


“What do you mean?” tanya gue balik. Gue bingung dengan arah pertanyaannya.


Baca juga: Dikejar dan Dihentikan Polisi di Amerika


Jadi ternyata, saat presentasi tadi gue menyebutkan tentang Pancasila. Gue sedikit membahas tentang sila pertama, kebebasan memeluk agama, dan agama yang ada di Indonesia. Dia jadi penasaran mengapa agama menjadi landasan bagi kehidupan berbangsa di Indonesia. Sekuat apakah agama itu? Apakah semua rakyat wajib beragama?


Mata sayunya yang tadi menatap mata gue turun menatap lantai. Ia kemudian menceritakan bahwa ia adalah mahasiswa seni yang sengaja mengambil minor mata kuliah supervisor gue karena ia dalam pencarian terhadap kebenaran akan Tuhan dan tentang agama.


Gue terenyuh mendengarnya. Terasa begitu jujur dan vulnerable. Gue pun mencoba menjawab sediplomatis dan sesingkat mungkin. Adrenalin gue terus rushing diburu waktu untuk masuk kuliah. Setelah itu, gue meminta maaf karena harus buru-buru pergi kuliah.

Cerita itu telah berlalu sangat lama dan gue menyesal hingga kini mengapa saat itu gue begitu selfish hanya memikirkan mengejar masuk kuliah. Gue terlalu takut untuk terlambat, apalagi absen dan hanya cari aman sendiri. 


Gue menyesal mengapa tidak membantunya, at least menjadi temannya berdiskusi. Gue menyesal mengapa gue tidak memberinya no telp atau hal lain sehingga kami bisa ngobrol di lain waktu. I think this is why people often use the phrase “When I was young and stupid” coz indeed, it was the moment I call myself young and stupid.

Comments

  1. everything happens for a reason. Mungkin terasa singkat untuk kamu tapi sudah cukup punya makna yang dalam bagi dia, hopefully ;)

    ReplyDelete
  2. Hi, Vida! That's very sweet of you. Thank you for saying that. I guess you're right. Thank you for the reminder.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

MY BELIEFS ABOUT WORK AND MONEY THAT SAVE MY LIFE - LIKA-LIKU PERJALANAN GUE KERJA

I QUIT MY 9-5 JOB AND CHOOSE TO LIVE IN UNCERTAINTY - BEST DECISION EVER!

IS MARRIAGE FOR EVERYONE?