BETWEEN CHOICES - A DILEMMA OF A TEENAGE GIRL

A teenage girl texted me. She was having a dilemma. She was caught between two choices.

Dia share hasil tes minat bakat yang dilakukan di sekolah beberapa waktu lalu. Hasilnya tidak begitu mengejutkan bagi kami berdua. Hasil itu sama dengan hasil yang pernah kami berdua coba telusuri.

So, ceritanya waktu itu dia galau harus pilih jurusan apa di sekolah. Ada form dari sekolah yang perlu ia isi. Dan setelah berdiskusi dengan keluarga, ia pun memilih jurusan X dan mengembalikan form ke sekolah. Akan tetapi hatinya gelisah. Jadi dia share kegalauannya itu ke gue.

Photo by æ„šæœ¨æ··æ ª cdd20 on Unsplash

I think I know what happened, pikir gue saat itu. Tapi sepertinya bukan hal yang benar bila gue memberitahunya. Maka, gue pun coba untuk membimbingnya melalui pertanyaan.

Instead of merespon secara orally, gue memintanya untuk menuliskan jawaban dari setiap pertanyaan yang gue ajukan.

Kenapa ditulis? Karena gue udah kenal dia lama sekali. Gue bisa menduga bagaimana ia akan merespon pertanyaan gue secara oral. Akan ada banyak tabrakan konflik kepentingan antara suara hati, analisis otak, fear, defense mechanism, survival mode, ramelah pokoknya. Jadi gue berusaha untuk membangun situasi di mana ia dapat menjadi jujur dan vulnerable dengan dirinya sendiri.

I recognized that she just needed a confirmation. Dia butuh dukungan bahwa pilihannya benar. Akan tetapi, karena suara di luar dirinya terlalu bising, maka sangat sulit baginya untuk mempertahankan suaranya.

Tapi gue juga bisa menduga bahwa mendiskusikannya secara oral tidak akan providing the feeling of assurance yang sedang ia butuhkan. Kemungkinan dia bakalan overthinking lagi saat malam tiba.

So, all I knew was that she already had the answers deep within her. But how could I help her voice it out?

And oh, diclaimer dulu… I’m not an expert. Gue bukan psikolog, bukan terapis, bukan psikiater, atau apa pun jenis keahlian dalam bidang ini. Gue cuma orang yang kebetulan lagi dicurhatin aja.

Baca juga: Does Time Really Heal?

Menggunakan google doc, ia mulai menuliskan jawaban atas pertanyaan yang gue berikan. Gue mengikuti huruf demi huruf jawaban yang ia tuliskan as she shared the link with me.

Gue mengembangkan pertanyaan mengikuti alur jawabannya. Sebisa mungkin gue coba mengundang hatinya yang bicara.

Tanpa diduga, ia menjadi vulnerable saat menuliskan jawaban. Pertanyaan sederhana yang hanya berisi beberapa kata dijawabnya dalam beberapa paragraph yang cukup panjang. Gue ikut terenyuh membacanya.

Gue tidak mengira bahwa situasinya akan menjadi sedalam itu. Gue tidak menduga bahwa ia mengalami konflik batin sedahsyat itu. Gue bahkan terkejut saat melihat kulit wajah seputih saljunya berangsur berubah menjadi baby pink.

Matanya tampak berkaca-kaca. Air mata yang sesekali tak terbendung buru-buru ia usap. Ia juga menarik nafas panjang sambil menengadah ke atas, mencoba untuk menghentikan airmatanya sebelum kembali menulis.

Tak ada percakapan di antara kami. Gue hanya berbicara saat memberikan pertanyaan bimbingan. Sisanya, gue biarkan dia berdialog dengan hatinya.

Saat pertanyaan sudah semakin mengerucut, air mukanya berubah. Tampaknya kami sudah akan mendekati akhir, pikir gue. Maka gue memberi pertanyaan yang menegaskan kembali respon yang dia berikan sebelumnya.

Wajah yang masih merona blushy pink itu sekarang diselimuti senyum cerah. Ia kemudian menyeka wajahnya dan dengan senyum sumringah menatap gue. Ketemu!! Jawabannya sudah ketemu!! Kira-kira begitu arti dari gambaran ekspresi wajahnya.

Ia telah mantap dengan pilihannya. Ia pun berniat untuk mengganti pilihan pada form yang telah ia kumpulkan ke sekolah.

Dan hari ini, hasil tes minat bakat ternyata menunjukkan hasil yang sama persis dengan yang diinginkannya, bahkan all the way sampai ke pilihan program studi yang disarankan untuk kuliah.

Akan tetapi, walaupun ia telah tau apa yang diminatinya dan ke mana ia akan membawa masa depannya, masih banyak orang yang menyayangkan pilihannya itu. Mereka berusaha untuk menggoyang imannya.

Baca juga: I Quit My 9-5 Job and Choose to Live in Uncertainty - Best Decision Ever!

At this point, gue cuma bisa bilang that both choices are equally good. I mean, I was once her. Ngerti bangetlah dilemanya.

Dulu gue juga bingung mau pilih jurusan apa. Akhirnya gue milih jurusan X karena gue masih ga tau tentang masa depan gue. Gue ga tau mau menekuni bidang apa saat kuliah nanti. Konon, kalau ambil jurusan X, gue bisa masuk ke bidang apa pun saat kuliah nanti. So, ya udahlah ambil jurusan itu aja sambil nanti mikir mau kuliah apa. Just that simple.

But she is lucky. Di usia semuda itu dia sudah mengenal dirinya, tau minatnya, bahkan udah kebayang bidang yang ingin ditekuninya di kuliah. Zaman emang udah jauh maju ya…

***

Yeorobun, gue mau tanya. Emang kenapa sih kalau ambil jurusan Y? Apa yang salah sih kalau ambil jurusan Y? Does jurusan Y make us less worthy?

My brain just cannot comprehend.

In dualism reality, which konteksnya adalah lingkungan pendidikan formal, jurusan X cenderung lebih diagungkan ketimbang jurusan Y. Meanwhile, in the real world, which is the material world, jurusan Y itu berpotensi menghasilkan lebih banyak materi (a.k.a. uang) ketimbang jurusan X. 

The sparking debate just seems never to end. Stigma masing-masing jurusan terus langgeng bertahan. People, then, being judgemental because of this. But, c’mon guys… let’s be fair. Kedua jurusan sama bagusnya. Even if you don’t want to admit that, it won’t change the fact that both provide essential contributions to the world.

Emang complicated banget ya hidupnya manusia. Karena “bentukannya sama”, dianggapnya semua bisa berlaku hal yang sama. Pun bila fakta telah menunjukkan keberagaman manusia dengan segala keunikan potensinya, itu tidak selalu berhasil membuat manusia memahami entitasnya dengan lebih baik.

Tidak seperti ikan yang dengan mudah mengetahui kemampuannya untuk berenang, atau burung yang tau bahwa ia harus belajar terbang, manusia harus melalui jalan berliku untuk menemukan potensinya. And isn’t that the fun part?

Baca juga: My Belief about Work and Money that Save My Life - Lika-liku Perjalanan Gue Kerja

Jurusan X dan Y adalah salah satu jalan untuk membantu kita menemukan potensi diri kita. Itu juga adalah pilihan untuk kita mempelajari hal-hal yang lebih kita sesuai untuk kita.

So, let me remind you… Apa pun pilihannya, it doesn’t make you any less worthy.  You don’t have to follow a belief that is not aligned with your belief. Also, don’t let people define you with what you choose. You are the creator of your life and your future.

We can’t control the outside world. We can’t control what people say, how they think, and how they perceive life. But we can work on our own.

By the end of the day, kita lah yang menjalani hidup kita sendiri. Might as well we take responsibility for our own lives.

Comments

Popular posts from this blog

MY BELIEFS ABOUT WORK AND MONEY THAT SAVE MY LIFE - LIKA-LIKU PERJALANAN GUE KERJA

I QUIT MY 9-5 JOB AND CHOOSE TO LIVE IN UNCERTAINTY - BEST DECISION EVER!

IS MARRIAGE FOR EVERYONE?